Senyum
Matahari terasa lebih
terik siang ini, membuat tenggorokan ini merasa kering. Dan kini aku memutuskan
untuk masuk kedalam kafe di pinggir jalan kota Jakarta. Duduk tepat disamping
jendela dan memesan secangkir greentea dingin. Sambil menunggu pesanan aku
mengeluarkan novel kesukaanku dan juga earphone. Membuka buku novelku sambil
mendengarkan lagu dan sesekali melihat kearah jendela. Tak lama greentea sudah
berlabuh di mejaku dan aku mulai meminum greentea kesukaanku. Rasanya masih sama
saat pertama kali aku kesini.
Kala itu bukan matahari
yang menyerang namun rintik hujan yang menyerang, yang memutuskanku untuk masuk
kedalam kafe ini. Duduk di dekat jendela sambil mengeringkan bajuku yang
terkena air hujan. Tak lama ada seorang laki-laki yang datang membawakanku
secangkir greentea dingin padahal aku baru saja datang dan belum memesan.
Sambil meletakan cangkir itu dia tersenyum sangat hangat sampai membuatku
setengah tertegun. Aku Arisa Purnama yang biasa dipanggil Ica. Hari ini tanggal
11 Januari 2014 pertama kalinya aku melihat senyum seseorang sehangat matahari.
Setelah meletakan cangkir
yang berisi greentea dingin itu, dia langsung duduk disampingku dan mengulurkan
tangannya “Arka”, katanya. Aku merespon uluran tangan itu “Ica”, kataku. Entah
apa yang dilakukan sebelum datang kesini tapi aku begitu senang setiap kali
melihat senyumnya. Tak butuh waktu lama, aku dan Arka sudah mulai bisa tertawa
bersama dan membicarakan berbagai hal.
Aku melirik kearah
jendela, hujan yang menghalangi perjalananku sudah reda. Aku memutuskan untuk
berpamitan. Sebelum pergi Arka sempat meminta nomer handphone ku dan kita membuat janji untuk dapat bertemu kembali.
Saat aku akan keluar kafe tersebut, Arka berteriak “18 Januari ya”. Aku
tersenyum dan mengangguk mendengarnya. Tanggal dimana aku dapat melihat kembali
senyumannya. Aku berjalan kearah rumahku sambil membayangkan senyumannya. Kafe
ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumahku, namun karena hujan yang sangat
deras tadi aku memutuskan untuk mampir ke kafe itu dan bertemu dengannya. Kafe
yang pertama kali ku kunjungi dan senyum yang pertama kali ku lihat.
Hari-hariku diisi dengan
menunggu tanggal 18 Januari, entah kenapa aku sangat menunggu tanggal itu.
Sejak perpisahan di kafe itu, Arka pernah mengirim pesan kepada ku “Selamat
pagi cantik” isinya. Aku yang memang jarang membuka handphone tapi sejak saat itu lebih sering meliriknya hanya untuk
melihat pesan-pesan dari Arka.
Saat ini aku berumur 21
tahun, pekerjaanku adalah seorang penulis, memang tidak terlalu banyak karyaku
tapi aku yakin diantara karya yang telah ku buat pasti ada yang melekat di hati
pembaca. Dan Arka, laki-laki yang berumur 24 tahun adalah pemilik kafe yang mempertemukan
kita berdua.
Hari ini tanggal 18
Januari, waktu dimana aku bisa melihat senyum hangatnya. Setelah makan siang
aku datang ke kafe, duduk di samping jendela. Memesan greentea dingin. Sambil
menunggu aku mengeluarkan laptopku , melihat kesekeliling kafe. Arka mana? Aku
bertanya-tanya di dalam hati. Tak lama greentea dingin datang bersama dengan
laki-laki yang memiliki senyuman hangat. Arka. Aku tersenyum melihatnya. Arka
juga memberikan setangkai bunga mawar putih untukku, “pelayanan khusus” katanya.
Aku tersenyum. Rasa rindu ku kepada laki-laki ini sangat menggebu-gebu. Kami
mulai bercerita satu sama lain. Baru kenal satu minggu tapi rasanya seperti
sudah bertahun-tahun.
Di tengah obrolan, Arka berpamitan. Bukan
untuk satu minggu bukan juga untuk satu bulan. 3 tahun. Ya, 3 tahun. Arka akan
berangkat negeri paman Sam untuk melanjutkan kuliahnya S2 disana. Besok Arka
akan berangkat. Aku tidak bisa melarangnya, apa hak ku? Siapa aku baginya?
Untuk apa juga ia berpamitan kepadaku? Aku hanya orang yang baru dikenalnya.
Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk, memberikan dukungan kepadanya walaupun
hatiku seolah tak menerima.
Arka menggenggam tanganku,
“percaya padaku dan tunggu aku” katanya. Aku tersenyum dan tanpa sadar
meneteskan air mata. Entah kenapa aku bisa menangis karena orang yang baru ku
kenal selama satu minggu ini. Arka menghapus air mataku dan tersenyum. Ya
Tuhan, senyumnya yang hangat itu apakah aku sanggup untuk tidak melihatnya
selama 3 tahun. Senyum sehangat matahari di pagi hari yang dengan hebatnya
karena senyum itu, ia bisa menguasai hatiku.
Semalaman aku mencoba
mengikhlaskannya untuk pergi. Dan hari ini aku mengantar Arka ke bandara, Arka
memelukku. “Nanti 11 Januari 2017 kita akan bertemu kembali di tempat pertama
kita bertemu. Ingat, percaya dan tunggulah aku” kata Arka mengakhiri pertemuan
kita. Pesawat yang membawa Arka ke negeri paman Sam mulai lepas landas.
Hari-hari ku kembali
seperti semula dimana Arka belum muncul dihadapanku bersama dengan senyumnya. Kadang
terlintas dipikiranku kenapa aku harus menunggunya? Kenapa aku harus percaya
padanya? Dia bukan siapa-siapa di hidupku, dan aku juga bukan siapa-siapa
dihidupnya. Setiap kali ku mengingatnya pasti secara otomatis air mataku
menetes.
Dan sekarang 11 Januari
2017 aku masih bertahan dengan perasaanku. Duduk di dekat jendela, memesan
secangkir greentea dingin, membaca novel, mendengarkan musik dan yang pasti
menunggu kehadirannya sambil membayangkan saat-saat kita pertama bertemu.
Senyumnya yang hangat yang berhasil mengalihkan duniaku bersama dengan greentea
manis yang ia bawakan untukku kala itu.
Saat sedang menikmati
suasana di kafe ini, tiba-tiba seorang laki-laki duduk di sampingku sambil
mengulurkan kotak yang berisikan sepasang cincin. Dia Arka, laki-laki yang ku
tunggu selama ini. Secara tak sadar aku langsung memeluknya, aku terkejut
karena kehadirannya. Tapi bukan hanya itu, aku juga terkejut dengan cincin yang
ia bawa.
“Terimakasih sudah
mengingat, percaya dan menungguku selama ini. Arisa Purnama, maukah kau menikah
denganku?” katanya secara tiba-tiba. Tanpa berpikir panjang aku mengangguk dan
tersenyum. Arka membalasnya dengan senyuman hangat itu, senyuman yang selama 3
tahun ini ku nantikan. Kini, aku dan Arka tidak akan terpisahkan. Aku dan Arka
akan menjalin hubungan yang lebih serius, tanpa pacaran. Kami berdua saling
percaya walaupun memang kadang banyak godaan yang hadir tapi kami tau, itu
adalah masalah yang harus kami hadapi bersama. Setelah berpisah cukup lama kini
aku, Arisa Purnama bisa memiliki senyum hangat seutuhnya dari laki-laki yang
selama ini ku tunggu. Arka Sahadi.
Facebook
|
:
|
Sarah Evelin (ini yang aktif)
|
Twitter
|
:
|
@rah_saraah
|
Instagram
|
:
|
@sarah.evelin
|
Line
|
:
|
sarahevelin26
|
Email
|
:
|